Ketahanan Nasional Indonesia Kondisi Dinamis Menghadapi HTAG

TONGGAK PENTING 1945-1966-2006

2.1. Kelompok Pejuang
a. Kronologis peristiwa:
 Tanggal 7 Agustus 1945 pemerintah Jepang membentuk PPKI sebagai pengganti BPUPKI, PPKI beranggotakan 21 orang yang terdiri atas beberapa tokoh pergerakan dan golongan minoritas. Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dan Mr. A. Soebardjo sebagai penasihat.
 Tanggal 8 Agustus 1945, ketua PPKI Soekarno, Hatta, dr. Radjiman Widyodiningrat (mantan ketua BPUPKI) menerima panggilan Marsekal Terauchi, panglima tentara Jepang kawasan Asia Tenggara untuk datang ke markas besarnya di Dalath (Vietnam Selatan).
 Tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat didampingi oleh 2 pejabat Gunsei Kanbu (kantor pemeritah militer). Kolonel Nemura dan Miyoshi. Dalam pertemuan di Dalath, marsekal Terauchi menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia sudah dapat diumumkan apabila persiapannya sudah selesai.
 Tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda mengadakan rapat di Jalan Cikini No. 71. Rapat memutuskan bahwa kemerdekaan harus segera diproklamasikan oleh bangsa Indonesia sendiri tanpa campur tangan bangsa asing.
 Tanggal 16 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta beserta keluarga dibawa oleh golongan pemuda ke markas tentara PETA di Rengasdengklok, Karawang, Jabar. Hal itu menimbulkan kepanikan di kalangan pemimpin pergerakan di Jakarta, Soebardjo berusaha mengetahui di mana mereka berada. Setelah memperoleh informasi bahwa kedua tokoh tersebut baik-baik saja. Setelah Soebardjo memberikan jaminan kepada komandan PETA bahwa kemerdekaan akan segera diproklamasikan keesokan harinya. Soebardjo diperbolehkan membawa mereka ke Jakarta malam ini juga.
Tanggal 17 Agustus pukul 10 pagi dengan disaksikan oleh tokoh pergerakan dan pemuda Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
b. Cara mengatasinya :
 Berjanjinya golongan tua pada golongan muda bahwa kemerdekaan akan segera diproklamasikan.

2.2. Peristiwa 10 November
a. Kronologis kejadian :
Tepat pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 kota Surabaya mulai dilanda prahara. Meriam kapal laut, pesawat pembom yang dikerahkan sekutu mulai membakar Surabaya. Arek-arek Surabaya tidak gentar melihat semua itu. Dengan persenjataan seadanya, bahkan bambu runcingpun jadi, mereka dengan gagah berani berusaha mempertahankan kotanya tercinta. Di bawah komando Bung Tomo, melalui siaran radio dan pemimpin lainnya perjuangan para pemuda Suarabaya sempat merepotkan pasukan sekutu sehingga mereka terpaksa meminta bantuan kepada Soekarno dan Hatta untuk menengahi peperangan tersebut. Namun ternyata setelah presiden dan wakilnya meninggalkan Surabaya, sekutu menyerang kembali dengan lebih dahsyat lagi.
Dengan persenjataan yang tidak seimbang, para pemuda Surabaya berhasil mempertahankan kotanya selama kurang lebih satu bulan. Tak terhitung berapa jumlah pahlawan yang gugur. Sebagai penghargaan rakyat Indonesia kepada kepahlawanan arek-arek Surabaya dalam perjuangannya, setiap tanggal 10 November  kita peringati hari pahlawan.
Dengan perjuangan yang keras, apapun bisa kita peroleh walaupun persenjataan kita terbatas, seperti pada pertempuran Surabaya tersebut.
(Sumber: Program Penyertaan D-II Guru SD)
b. Cara Mengatasinya :
• Diatasi dengan kekuatan senjata yaitu membuat banyak senjata contohnya dari bambu runcing dan membuat strategi perang dalam merampas kembali kota Surabaya.

2.3. Bandung Lautan Api
a. Kronologis kejadian :
Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia. Berpuncak pada suatu malam mencekam, saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan tembakan musuh.Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita .
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat meng¬hadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. 

b. Cara Mengatasinya:
TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.

2.4. Aksi Belanda (1947&1948)
a. Kronologis kejadian :
1) Perundingan dan Persetujuan Linggarjati
Tanggal 10 – 15 November 1946 di Linggarjati perundingan Indonesia dan Belanda. Di bidang politik, Belanda mengakui kedaulatan de facto RI di seluruh Jawa, Madura dan Sumatera. Kedua pemerintah akan membentuk negara federasi dengan nama Negara Indonesia Serikat (NIS). Selanjutnya NIS dan Kerajaan Belanda akan membentuk suatu Uni yang dipakai oleh Raja Belanda. Di bidang militer kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan angkatan perang masing-masing.
2) Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947)
Tanggal 27 Mei, Pemerintah Belanda mengajukan nota ultimatum. Pemerintah RI harus menjawabnya dalam waktu 14 hari. Dalam ultimatum itu, Belanda menuntut agar segera dibentuk pemerintahan sementara bersama dan pembentukan gendarneari/pasukan bersama yang akan bertugas menjaga keamanan di seluruh Indonesia. RI menolak pembentukan pasukan bersama sebab hal itu berarti mengizinkan pasukan Belanda memasuki wilayah RI. Dua kali pemerintah Belanda memberikan ultimatum yang dibantah pemerintah Indonesia dengan penolakan.
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan serbuan militer ke berbagai wilayah RI. Serangan itu dikenal sebagai Agresi Militer Belanda Pertama. Dalam waktu singkat Belanda berhasil menguasai kota-kota. Sementara itu prajurit TNI membentuk kantong-kantong perlawanan di daerah pedalaman sambil melancarkan serangan grilya. Sasaran utama Belanda ialah menguasai daerah-daerah pengasil devis seperti Jawa Barat, Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan Jatim. Akibatnya, wilayah yang dikuasai RI semakin sempit, dan pada umumnya adalah daerah minus.
Tanggal 31 Juli 1947 DK PBB mengeluarkan resolusi agar kedua belah pihak segera menghentikan pertempuran dan mengadakan perundingan.
Pada tanggal 4 Agustus 1947, Presiden Soekarno dan Panglima Tentara Belanda di Indonesia, Jenderal Spoor, mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak.
3) Persetujuan Renville (8 Desember 1947)
Dalam persetujuan ini RI terpaksa mengakui pendudukan Belanda di daerah-daerah yang mereka sebut selama agresi militer I. RI harus menarik pasukannya dari kantong-kantong perlawanan yang mereka bangun di daerah pendudukan Belanda. Sehingga menimbulkan kerugian dan kesulitan yang serius dibidang ekonomi dan pertahanan.
4) Agresi Militer Belanda Kedua (19 Desember 1948)
Pasukan Belanda menyerbu Yogyakarta, Ibukota RI dan daerah-daerah lainnya. Belanda berhasil menawan Presiden Soekarno, Wapres Moch. Hatta dan pemimpin lainnya yang kemudian diasigkan ke luar Jawa. Sementara pemimpin pemerintahan telah ditempatkan pada Mr. Sjarifuddin Prawiranegara. Kemudian Mr. Sjarifuddin membentuk Pemerintahan Darurat RI dan Komisaris-komisaris daerah.
Pasukan hijran harus segera kembali ke daerah masing-masing, sedangkan pasukan setempat segera melaksanakan sistem Whikreise. Sebagai pemimpin grilya, di Jawa oleh Kolonel A.H. Nasution, di Sumatera oleh Kol. Hidayat, dan di Sobo Pacitan Jatim dipimpin oleh Panglima Soedirman. Setelah Agresi ini Belanda mengalami tekanan politik dan militer dari beberapa negara, dari segi militer taktik gerilya dan sistem wehrkreise berhasil mengacaukan strategi dan taktik Belanda.

b. Cara Penyelesaian :
Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan konflik Indonesia – Belanda yaitu kembali ke meja perundingan

2.5. PKI Muso
a. Kronologis kejadian :
Yang melakukan pemberontakan di Madiun ialah "PKI-Musso". Tidak semua orang PKI mendukung Pemberontakan Madiun, contohnya ialah Tan Malaka yang malah dianugerahi Pah- lawan Kemerdekaan RI. Pemberontakan Madiun diawali Insiden Surakarta yang melibatkan Devisi Senopati (pendukung FDR - Amir Syari- fudin) di satu pihak, dan Barisan Banteng (pendukung GRR - Tan Malaka) serta Devisi Siliwangi di lain pihak.
Setelah perjanjian Renville (yang sangat merugikan RI) ditandatangani tanggal 17 Januari 1948 oleh Pemerintahan Amir Syarifudin (yang kemudian meletakkan jabatan tanggal 29 Januari 1948 dan digantikan oleh Pemerintahan Mohammad Hatta), golongan Kiri di Indonesia terpisah menjadi 2 (dua) kelompok besar:
1. Kelompok pro-Tan Malaka membentuk GRR (Gerakan Revo- lusi Rakyat) yang terdiri atas Partai Rakyat, Angkatan Komunis Moeda (AKOMA), Partai Rakyat Jelata, Partai Wanita Rakyat, Persatuan Invaliden Indonesia, Partai Buruh Merdeka, Laskar Rakyat Jakarta Raya, Laskar Jawa Barat dan Barisan Banteng.
2. Kelompok pro-Amir Syarifudin membentuk Koalisi Sayap Kiri yang terdiri atas PKI, PBI (Partai Buruh Indonesia), PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia) dan Partai Sosialis. Pada bulan itu, Sutan Syahrir menarik diri dari Koalisi Sayap Kiri dan mendirikan PSI (Partai Sosialis Indonesia). Kemudian pada tanggal 26 Februari 1948, Koalisi Sayap Kiri berubah menjadi FDR (Front Demokrasi Rakyat).
Menarik untuk dicatat bahwa walaupun Tan Malaka dan Amir Syarifudin sama-sama berhaluan kiri atau bahkan sama-2 Komunis (ctt: Tan Malaka ialah tokoh Komunis yang ikut dalam pemberontakan PKI 1926 melawan Belanda; sedangkan Amir Syarifudin mengaku anggota PKI sejak 1935), tetapi mereka berseberangan dalam mencapai cita-2 politiknya. Hal ini terbukti pada tanggal 3 Juli 1946, orang-2 Per- satuan Perjuangan (dibawah pimpinan Tan Malaka) telah melakukan kudeta yang gagal untuk menyingkirkan Amir Syarifudin dari kursi Menteri Pertahanan, serta Sutan Syahrir dari kursi Perdana Menteri. Pada tanggal 11 Agustus 1948, tokoh PKI bernama Musso (dengan memakai nama samaran "Soeripno") kembali ke Indonesia dari USSR. Kembalinya Musso telah menimbulkan "self-koreksi" secara besar-besaran dikalangan pimpinan partai-2 yang tergabung dalam FDR dan akhirnya lahir- lah putusan untuk mengadakan fusi PKI antara Partai So- sialis, PBI dan PKI. Pada tanggal 1 September 1948 di- umumkan bahwa Amir Syarifudin menjadi Sekretaris Pertahanan PKI, dan Musso menjadi Sekretaris Jendralnya. 
Sebelum meletusnya Pemberontakan Madiun, di Surakarta berkumpul pasukan bersenjata yang mewakili kelompok-2 Kiri diatas, disamping pasukan Devisi Siliwangi dibawah pimpinan Lt.Kol. Sadikin. Kekuatan FDR terletak di tangan PESINDO dan Devisi IV "Senopati" yang dipimpin Lt.Kol. Suadi.
Sedangkan kekuatan GRR terletak di tangan Barisan Banteng yang beranggotakan 3000 orang yang dipimpin oleh Dr. Muwardi. Pada bulan Agustus 1948, Lt.Kol. Soetarto (mantan koman- dan Devisi IV "Senopati") ditemukan tewas di Surakarta. Kemudian, tanggal 7 September 1948, 5 anggota pasukan Devisi Senopati diberitakan diculik. Tanggal 9 September, 2 orang lagi dari Devisi Senopati diberitakan diculik. Melihat perkembangan ini, Lt.Kol. Suadi menyalahkan De- visi Siliwangi dan Barisan Banteng sebagai biang keladi penculikan. Lt.Kol Suadi juga memberi ultimatum supaya anggota-2 Devisi Senopati yang hilang itu dikembalikan selambat-lambatnya 11 September. Saat batas waktu di- lewati tanpa ada tanda-2 pengembalian pasukan yang dicu- lik, Lt.Kol. Suadi memerintahkan anak-buahnya menyerbu barak Devisi Siliwangi. Pada saat itu juga, PESINDO menculik serta membunuh Dr. Muwardi (pimpinan Barisan Banteng dan juga Ketua GRR).
Tanggal 16 September 1948, Barisan Banteng dengan dibantu pasukan Devisi Siliwangi menyerbu barak PESINDO. Dalam pertempuran selanjutnya, PESINDO dan Devisi Senopati (di- bawah komando Lt.Kol. Suadi) berhasil diusir keluar Surakarta. 

b. Cara Penyelesaian :
 Pemerintah memberangus kelompok PKI Muso dengan menggunakan kekuatan militer sehingga pemberontakan ini tidak meluas ke daerah-daerah disekitar Madiun dan tidak menjadi contoh bagi kelompok lain untuk memberontak.

2.6. RIS (Republik Indonesia Serikat)
a. Kronologis Kejadian:
o Pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949 dilaksanakan Konferensi Meja Bunda (KMB) di S’Gravenhage – Den Haag, Negeri Belanda. Hasil dari KMB yaitu:
Dibentuknya negara Republik Indonesia Serikat.
Belanda akan mengakui kedaulatan RIS pada akhir bulan Desember 1949.
Dibentuknya Uni – Indonesia Belanda di bawah pimpinan Ratu Belanda sebaai Kepala UN.
o Pada tanggal 14 Desember 1949, hasil keputusan KMB tersebut disahkan oleh KNIP dan ditandatangani oleh wakil dari Republik Indonesia dan wakil dari negara-negara bagian.
o Pada tanggal 15-16 Desember 1949 diadakan Sidang Panitia Pemilihan Nasional sebagai persiapan berdirinya RIS atau Dewan Pemilihan Presiden RIS di Jakarta diketahui oleh Mr. Moch. Roem. Dan Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS, sedangkan Moh. Hatta terpilih sebagai wakil Presiden RIS.
o Pada tanggal 17 Desember 1949, Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS di Bangsal Sitinggil Keraton Yogyakart.
o Pada tanggal 20 Desember 1949, Moh. Hatta dipilih sebagai Perdana Menteri RIS sekaligus sebagai wakil Presiden RIS.
o Pada tanggal 27 Desember 1949, dilaksanakan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke pihak RIS. Sehingga pada tanggal 27 Desember 1949 negara RIS resmi berdiri dan wilayahnya meliputi:
Negara bagian yang meliputi Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Tan Timur, Negara Madura, Negara Sumatera, Negara Sumatera Timur dan Republik Indonesia.
Satu-satuan kenegaraan yang meliputi Jawa Tengah, Bangka, Banjar, Riau, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Daerah Istimewa, Kalimantan Barat.
Daerah Swapraja yaitu meliputi Kota Waringin, Sabang dan Padang.
Dengan demikian maka sejak tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia sejak itu pula berdiri negara RIS dan UU yang berlaku adalah konstitusi RIS (UUDS RIS).
o Pada tanggal 28 Desember 1949 Ir.Soekarno meninggalkan Yogyakarta kembali ke Jakarta.
o Sejak berdirinya RIS, bangsa Indonesia terbagi ke dalam dua golongan yaitu Unitarisme (menolak RIS) dan Federalisme (mendukung RIS). Untuk mengatasi gejolak tersebut, maka pemerintahan RIS mengeluarkan UU Darurat No.11 Tahun 1950 pada tanggal 8 Maret 1950. Berdasarkan UU Darurat tersebut banyak Negara RIS menggambungkan diri dengan Negara RI di Yogyakarta.
o Dalam waktu kurang dari setahun, pamor RIS dimata rakyat semakin jatuh. Rakyat mendesak agar negara bagian bersatu kembali dalam naungan NKRI. Rakyat di masing-masing negara bagian mengadakan unjuk rasa untuk membubarkan RIS dan menginginkan terbentuknya kembali NKRI.
o Alat kelengkapan negara RIS
Presiden
Dewan Menteri
Dewan Perwakilan Rakyat
Senat
Mahkamah Agung
Dewan Pengawas Keuangan
o Pembangunan kekuasaan menurut Konstitusi RIS adalah sebagai berikut:
Kekuasan pembentuk perundang-undangan (legislatif) dilakukan oleh Pemerintah (Presiden, Dewan Menteri) bersama dengan DPR dan Senat.
Kekuasaan melaksanakan perundang-undangan (eksekutif) oleh Presiden dan Dewan Menteri.
Badan Yudikatif oleh Mahkamah Agung.

b. Cara Mengatasinya :
Ternyata RIS tidak sesuai dengan cita-cita, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Maka pada bulan Januari 1950 mulai timbul gerakan untuk mengubah RIS menjadi NKRI. Satu demi satu negara-negara bagian bergabung dengan negara RI. Hingga pada April 1950 tersisa dua negara yang belum bergabung dengan RI yakni Negara Indonesia Timur dan Sumater Timur.
Setelah diadakan perundingan antara Pemerintah RIS dengan RI maka pada tanggal 19 Mei 1950 dicapai persetujuan akan dibentuk NKRI. Selain itu dibentuk pula Panitiani Penyusunan UUD Negara Kesatuan.
Tanggal 15 Agustus 1950, Presiden RI Mr. Assat menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Soekarno. Tanggal 17Agustus 1950, RIS resmi dibubarkan dan diganti dengan NKRI.

2.7. UUDS 1950
a. Kronologis kejadian:
UUDS (Undang-Undang Dasar Sementara) digunakan pada saat negara Indonesai berbentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). UUDS disusun pada tanggal 20 Juli 1950 dan berlaku pada kurun waktu 1950–1959.
Sesuai dengan UUDS, sistem pemerintahan yang digunakan di Indonesia adalah demokrasi liberal. Demokrasi liberal atau demokrasi parlementer ini merupakan tiruan dari sistem pemerintahan yang berlaku di Eropa Barat. Pada masa demokrasi liberal, pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen (DPR), sedang presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara.
Sistem demokrasi parlementer memungkinkan terjadinya persaingan antara partai untuk menduduki kursi terbanyak dalam parlemen. Dengan demikian akan menjadi partai oposisi apabila partai-partai lain menguasai parlemen. Dalam demokrasi liberal kedaulatan rakyat disalurkan melalui partai-partai. Empat partai besar pada waktu itu adalah : 
1) PKI (Partai Komunis Indonesia)
2) NU (Nahdhatul Ulama)
3) Masyumi
4) PNI (Partai Nasional Indonesia)
Namun sistem politik demokrasi liberal yang diterapkan pola hubungan antara pemerintah dengan parlemen sebagai bureu-nomia, yaitu pemerintahan partai-partai. Karena sejak berlakunya UUDS (1950-1959) partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kabinet sehingga kabinet yang ada hanya berumur 1,5 tahun. Walaupun tahun 1955 pernah dilaksanakan pemilu pertama namun disegala bidang kehidupan terjadi instabilitas.

b. Cara Mengatasi :
Presiden memerintahkan konstituante untuk menyusun UUD yang baru, namun konstituante tidak berhasil melaksanakannya. Maka, keluar dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya :
1) Membubarkan konstituante
2) Pembentukan MPRS dan DPRS
3) Kembali pada UUD 1945.
Dengan dikeluarkannya dekrit Presiden sekaligus mengakhiri sistem politik liberal yang kemudian diganti dengan sistem demokrasi terpimpin serta berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.

2.8. DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
1. DI/TII di Jawa Barat
a. Kronologis kejadian:
Sekarmadji Maridjan (S.M) Kartosuwirjo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Cita-citanya tidak terlaksana karena tidak mendapat dukungan rakyat.
Ditandatanganinya perjanjian Renville (8 Desember 1947) menyebabkan TNI harus hijrah ke Jawa Tengah, sementara SM. Kartosuwirjo tetap di Jabar dan membentuk gerakan Darul Islam (DI). Seluruh pasukannya dijadikan Tentara Islam Indonesia (TII). Keinginan mewujudkan Negara Islam Indonesia (NII) mendapat jalan.
Tanggal 7 Agustus 1949 di desa Cisayong, Kartosuwirjo mengumumkan terbentuknya NII. Pasukan Kartosuwirjo menghadang pasukan TNI yang kembali dari hijrah, sehingga terjadilah pertempuran.

b. Cara penanggulangan :
Tahun 1960 dilaksanakan operasi pagar betis di Gunung Geber oleh pasukan TNI dan rakyat.
Kartosuwirjo tertangkap di puncak Gunung Geber pada 4 Juni 1962, selanjutnya dijatuhi hukuman mati.

2. DI/TII di Jawa Tengah
a. Kronologis kejadian:
o DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah, dengan daerah operasi Brebes, Pekalongan dan Tegal.
o Tanggal 23 Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya NII di desa Pangarasan, Tegal, dan menjalin hubungan dengan Kartosuwirjo di Jawa Barat.
o Pasukan bertambah kuat dengan bergabungnya kekuatan pemberontakan yaitu:
- Pemberontakan Angkatan Umat Islam (AUI), Kyai Mohammad Mahfudz Abdurrahman (Roma Pusat).
- Para pemberontak di Batalyon 426 Kudus dan Magelang.

b. Cara penanggulangan:
o Dilancarkannya Operasi Militer yang diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN).
o Dilancarkannya Operasi Guntur, pada tahun 1954 sehingga gerombolan dapat dihancurkan.

3. DI/TII di Sulawesi Selatan
a. Kronologis kejadian:
o DI/TII dipimpin oleh Kahar Muzakar, pada awalnya terjadi karena hasrat Kahar Muzakar yang kuat untuk menempatkan laskar-laskar Sulsel ke lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Ia juga bercita-cita menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulsel.
o Kahar Muzakar dan pasukannya sebelumnya ialah pejuang kemerdekaan Indonesia, ia aktif berjuang di Pulau Jawa. Setelah perang berakhir, ia kembali ke Sulsel dan memimpin laskar rakyat yang selanjutnya bergabung dalam KGSS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan).
o Pada 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat pada pemerintah pusat mengusulkan agar semua anggota KGSS dimasukan dalam APRIS. Dan mengusulkan pembentukan Brigade Hasanuddin.
o Pemerintah menolak usul tersebut, namun pemerintah pusat dan pimpinan APRIS mengeluarkan kebijakan untuk memasukan semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional dengan Kahar Muzakar sebagai pimpinan berpangkat Letnan Kolonel.
o Kebijakan tersebut tidak ditanggapi oleh Kahar Muzakar. Tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar dan pasukannya melarikan diri ke hutan. Tahun 1952 Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bagian dari NII Jabar.

b. Cara penanggulangannya:
o Dengan dijalankannya operasi militer.
o Tahun 1965 bulan Februari ia ditembak mati oleh satuan-satuan pasukan TNI.

4. DI/TII di Aceh.
a. Kronologis kejadian:
o DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan Gubernur Militer pada masa perang kemerdekaan.
o Perang kemerdekaan berakhir dan negara kita menjadi negara kesatuan pada tahun 1950, maka status Aceh diturunkan. Sebelumnya Daerah Istimewa menjadi Daerah Keresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara.
o Kebijakan tersebut ditentang oleh Daud Beureuh. Kemudian pada 21 September 1953 mengeluarkan maklumat penyatuan Aceh ke dalam NII pimpinan Kartosuwiryo.

b. Cara penanggulangannya:
o Pemertintah berusaha utnuk mengatasi masalah itu dengan kekuatan bersenjata.
o Dilakukan upaya penerangan terhadap masyarakat, pada tanggal 17-22 Desember 1962, diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh. Melalui musyawarah itu, akhirnya dicapai penyelesaian secara damai.
o Musyawarah diselenggarakan atas inisiatif Justin, Pangdam I dan tokoh-tokoh pemerintah daerah.

5. DI/TII di Kalimantan Selatan
a. Kronologis kejadian:
o Pemberontakan di bawah pimpinan Ibnu Hadjar. Mereka menamakan dirinya Kesatuan Rakyat Jang Tertindas (KRJT). Untuk memperkuat diri, mereka meminta bantuan dari Kahar Muzakar dan Kartosuwiryo.
o Pada tahun 1954 Ibnu Hadjar diangkat menjadi panglima TII untuk Kalimantan.

b. Cara penanggulanganya:
o Pemerintah menempuh upaya damai melalui berbagai musyawarah dan operasi militer.
o Gerakan perlawanan berakhir, pada bulan Juni 1963. Ibnu Hadjar dan anak buahnya menyerahkan diri secara resmi.
o pada Maret 1965 pengadilan militer menjatuhkan hukuman mati pada Ibnu Hadjar.

2.9. Demokrasi Terpimpin
a. Kronologis :
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat sambutan dari berbagai kalangan, tindakan yang diambil oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan dekrit tersebut memenuhi harapan rakyat. Dekrit itu dapat dipandang sebagai upaya mencari jalan keluar dari kemacetan politik akibat kegagalan konstituante menyusun konstituante baru, dan sebagai upaya penataan sistem pemerintahan yang baik, yaitu sistem pemerintahan presidensial yang bedasarkan UUD 1945. Namun, harapan itu akhirnya hilang karena ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 1945 yang menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintah, hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
Prinsip.
Pada periode ini, ciri-ciri yang menonjol dalam sistem pemerintahan kita adalah dominannya kedudukan presiden, terbatasnya peran parpol, berkembangnya pengaruh komunis, dan peranan ABRI sebagai unsur sosial politik semakin tampak. Sehingga segala bentuk aspek kehidupan menggunakan prinsip sistem demokrasi terpimpin.
Adapun contoh-contoh penyimpangan dalam prinsip sistem demokrasi terpimpin:
- Pembubaran anggota DPR.
- Pengaruh PKI
- Sistem ekonomi terpimpin.
- Politik luar negeri RI.
Dwikora
Pada tanggal 3 Mei 1964 membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara yang konfrontasi dengan Makaysia.
Isi Dwikora:
Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia. 
TRIKORA
Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Untuk tahap pelaksanannya gerakan pembebasan Irian Barat.
Isi Trikora:
Gagalkan pembentukan negara boneka papua buatan Belanda Kolonial.
Kibarkan sang merah putih di Irian Barat, tanah air Indonesia.
Bersiaplah untuk mobilisasi untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

2.10. G 30 S PKI
a. Kronologis kejadian:
Pada tahun 1948, PKI pernah melakukan pemberontakan di Indonesia, khususnya di Madiun yang dipimpin oleh Muso. Pemberontakan tersebut dapat ditumpas, namun penumpasan tidak diikuti dengan pelarangan keberadaan partai tersebut, sehingga para pemimpin PKI yang tidak tertangkap tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan partai itu lagi. Tokoh-tokoh golongan muda PKI seperti D.N. Aidit, Nyono, Lukman dan Sudirman menjalankan strategi baru untuk kembali melakukan pemberontakan pada tahun 1965. Strategi baru PKI adalah Front Persatuan Nasional, yang mengharuskan PKI bekerjasama dengan partai-partai lain. Taktik ini dilakukan untuk mencari kawan sebanyak mungkin, supaya mereka melupakan kesalahan yang telah dilakukan PKI. Strategi ini berhasil, buktinya PKI mampu menjadi partai yang terbesar keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Selanjutnya PKI juga membentuk berbagai ormas, antara lain:
- SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).
- BTI (Barisan Tani Indonesia)
- LEKRA Lembaga Kesenian Rakyat)
- PR (Pemuda Rakyat)
- GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia)
Pada bulan September 1965, PKI mengadakan latihan kemiliteran bagi para anggotanya di lubang buaya yang diikuti oleh sekitar 3.000 anggota PKI dan organisasi-organisasi binaanya. Latihan  itu disamarkan sebagai latihan sukarelawan untuk konfrontasi dengan Malaysia.
PKI akhirnya mulai bergerak pada malam tanggal 30 September 1965, dengan susunan organisasi sebagai berikut:
Pemimpin : D.N. Aidit
Pemimpin Pelaksana : Syam
Pemimpin Militer : Letkol Untung Sutopo, Kolonel A. Latief, Mayor Udara Suyono dan Brigjen TNI Suparjo. 
Pemimpin Politik : Sjam dan Pono
Pada tanggal 1 Oktober 1956, sekitar pukul 01.30 WIB, Letkol Untung memberikan perintah pelaksanaan gerakan, yang terbagi dalam tugas-tugas sebagai berikut:
1. Menculik para perwira tinggi (7 orang), yakni:
- Jenderal A.H. Nasution
- Letjen A. Yani
- Mayjen R. Suprapto
- Mayjen Haryono MasTirtodarmo
- Mayjen S. Parman.
- Brigjen D.I. Panjaitan.
- Brigjen Sutoyo Sewomiharjo.
2. Menguasai kota Jakarta
3. Melaksanakan pembunuhan.
4. Melaksanakan penguburan korban-korban pembunuhan.

b. Cara Penyelesaian
Cara penyelesaian dilakukan dengan operasi militer. Operasi penumpasan dimulai tanggal 1 Oktober 1965 pukul 19.00 yang dilakukan oleh unsur-unsur Resimen Para Komando Angkata Darat (RPKAD: sekarang KOPASUS). Pasukan RPKAD dipimpin oleh Kol. Sarwo Edi Wibowo. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Langkah pertama, merebut kembali studio RRI pusat dan kantor pusat telekomunikasi.
b. Langkah kedua, membebaskan pangkalan udara Halim Perdana Kusumah.
c. Langkah ketiga, pembersihan yang dilakukan di daerah Lubang Buaya (2 Oktober 1965)
Pada tanggal 3 Oktober 1965 disebuah sumur tua ditemukan para korban pembunuhan PKI, kemudian 5 Oktober, jenazah ke-6 perwira tinggi dan seorang perwira menengah tersebut dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata.

2.11. Surat Perintah Sebelas Maret (Sepersemar)
Munculnya peristiwa Supersemar berawal dari penyelenggaraan sidang Paripurna Kabinet Dwikora yang diadakan di Istana Negara. Sidang ini membicarakan masalah usaha mencari jalan keluar, dari krisis nasional yang memuncak. Tetapi sidang ini tidak berlangsung lama karena presiden Soekarno dengan pertimbangan keamanan segera meninggalkan sidang. Tindakan ini diikuti oleh 3 orang Waperdam yang kemudian menyusul presiden Soekarno ke Bogor, ketiga orang Waperdam itu yakni:
a. Waperdam I (Dr. Soebadrio)
b. Waperdam II (Dr. Chaerul Saleh)
c. Waperdam III (Dr. J. Leimen)
Sementara itu 3 orang perwira tinggi TNI AD, yaitu:
1. Mayjen TNI Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi)
2. Brigjen TNI M. Yusuf.
3. Brigjen TNI Amir Mahmud (Pangdam V Djakarta)
Ke-3 orang perwira ini sepakat menyusul presiden Soekarno ke Bogor. Maksud kunjungannya adalah agar tidak merasa terpencil dan supaya yakin bahwa ABRI, khususnya TNI AD tidak ada masalah dengan Presiden Soekarno. Sebelumnya ke tiga orang perwira ABRI menemui Letjen Soeharto (menteri/penglima TNI-AD) untuk menemui presiden di Bogor dan melaporkan peristiwa yang terjadi di istana negara, dan Letjen Soeharto menyetujui ke-3 perwira ABRI untuk menemui presiden Soekarno di Bogor, dan menyampaikan pesan bahwa ia sanggup memulihkan stabilitas keamanan dan politik apabila presiden Soekarno mempercayakan hal itu.
Dengan didampingi oleh ke-6 Waperdam, setelah dibahas bersama akhirnya presiden Soekarno memutuskan untuk membuat kosep dengan memerintahkan Brigjen TNI Subur dan Mentjakrabirawa berupa surat perintah bagi Letjen Soeharto dan konsep itu kemudian ditandatangani oleh presiden Soekarno.
Isi surat tersebut antara lain, adalah:
c. Agar Letjen TNI Soeharto atas nama presiden mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
d. Untuk menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden demi keutuhan bangsa dan negara RI dengan mengadakan koordinasi bersama panglima tingkatan lainnya.
Tetapi menurut presiden Soekarno, mandat yang berupa surat perintah itu bukan merupakan pengalihan kekuasaan. Hingga saat ini, banyak kalangan yang mempertanyakan tentang keaslian dan sahnya Supersemar itu. Yang pasti, turunnya Supersemar telah membuka Orde Baru dalam sejarah Indonesia.

2.12. Ekonomi 
Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaanya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu mengingat black Tuesday yang menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929 yang juga disebut sebagai malaise.
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi. Prestasi ekonomi yang dicapai dalam dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikan semua bayangan indah dan cerah di depan mata menyongsong milenium ketiga.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki sabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan situasi seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya dia ditinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi baht, yang menjadi pemicu semua itu.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Kemarahan rakyat atas ketidakberdayaan pemerintah mengendalikan krisis di tengah harga-harga yang terus melonjak dan gelombang PHK, segera berubah menjadi aksi protes, kerusuhan dan bentrokan di Ibu Kota dan berbagai wilayah lain, yang menuntun ke tumbangnya Soeharto pada 21 Mei 1998.

2.13. KKN
Salah satu tindakan yang menghambat katahanan nasional, khususnya untuk menajuan bangsa adalah masih banyaknya tindakan korupsi di Indonesia.
Korupsi menurut definisi Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi yang pada masa Orba “terlihat hanya” dilakukan birokrat atau kroni-kroni orba, sekarang sudah menular ke semua lapisan. Bahkan muncul sindiran kalau korupsi zaman orba dilakukan di bawah meja sekarang sudah dilakukan di atas meja. Suatu sindiran yang mengisyaratkan bahwa korupsi masih bertahan bahka merajalela di masa reformasi.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul Strategi Pemberantasan Korupsi, menyebutkan hal-hal yang menjadi sebab berlangsingnya korupsi berasal dari empat aspek yakni aspek individu pelaku dan aspek dari organisasi itu sendiri yang mendukung terjadinya korupsi serta aspek tempat individu dan organisasi itu berada (lingkungan) serta aspek peraturan perundang-undangan.
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif. Aspek peraturan perundang-undangan. Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perudang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang buru, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Dari uraian BPKP dan keadaan korupsi dimasyarakat saat ini bisa dikatakan lemahnya komitmen dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan korupsi menjadi salah satu sebab tidak habis-habisnya korupsi terjadi di Indonesia.
Langkah-langkah yang disarankan dalam pemberantasan korupsi:
1. Lakukan diagnosa jenis korupsi dan luas lebarnya.
a. Adakan lokakarya diagnosa partisipatoris bagi pegawai unit-unit yang rawan korupsi.
b. Lakukan survei anonim yang sistematis mengenai pegawai dan konsumen.
c. Lakukan penelitian khusus, termasuk penelitian mengenai sampai seberapa jauh unit-unit dalam pemerintahan daerah mudah dijangkiti korupsi.
2. susun sebuah strategi dengan fokus pada sistem hal-hal pokok yang perlu dipertimbangkan:
a. Seleksi pemasok
b. Menetapkan imbalan dan sanksi.
c. Mengumpulkan informasi mengenai hasil.
d. Menyusun kembali hubungan pemerintah daerah-pemasok-warga.
e. Manaikan “biaya-moral” korupsi.
3. Menyusun strategi pelaksanaan
a. Menyelaraskan langkah-langkah pemerintah daerah: koordinasi dan penanggungjawab.
b. Pilih sejak awal sekali masalah-masalah yang mudah diatasi.
c. Kerjasama dengan kekuatan yang mendukung.
d. Basmi budaya kebal hukum dengan cara membawa koruptor ‘kakap’ ke pengadilan.
e. Sebarluaskan upaya pemberantasan korupsi melalui media.
f. Lakukan sesuatu yang baik bagi pegawai negeri.
g. Perkuat kemampuan lembaga.
h. Cari jalan bagaimana agar kampanye anti korupsi dapat mendorong perubahan lebih besar di dalam tubuh pemerintah.
Perubahan yang lebih luas dan dalam di dalam tubuh masyarakat.

2.14. Disitegrasi Timor Timur
a. Kronologis 
Sejak tahun 1666, Timor Timur telah dijajah oleh Portugis, ada beberapa partai politik yang dibentuk pada masa penjajahan itu. Antara lain, PRETELIN atas bantuan Portugis secara sepihak memproklamirkan “Republik Demokrasi Timor Timur” dikalahlan oleh empat partai lain yaitu UDT, APODETI, KOTA dan TRABALISTA yang menyatakan bergabung dengan Indonesia.
Integrasi Timor Timur ke Indonesia diperkuat oleh:
1) UU No. 7 tahun 1976 yang dikeluarkan oleh DPR RI tanggal 17 Juli 1967.
2) Tap MPR No. VI/MPR/1978 (Timor Timur menjadi Provinsi RI ke-27).
Namun sampai tahun 1999, Portugis sebagai negara yang dulu menjajah Timor Timur selalu mempermasalahkan status Timor Timur dalam dunia Internasional (PBB).
Faktor yang menyebabkan PBB dan Portugis memunculkan kembali masalah Timor Timur antara lain:
a) PBB belum mengakui integritas Timor Timur ke wilayah Ri.
b) PBB menganggap Timor Timur sebagai kawasan yang belum memiliki pemerintahan sendiri (nonself governing territory).
c) Perubahan politik di Indonesia akibat runtuhnya orde baru.
d) Terjadi krisis serta kekacauan di berbagai aspek kehidupan Indonesia.

b. Cara penyelesaian:
o Diadakan “Perundingan Tripartit” oleh Indonesia, Portugis dan PBB di New York tanggal 5 Mei 1999. menghasilkan kesepakatan, ‘jejak Pendapat’.
o PBB membentuk “United Nations Mission in East Timor (UNAMET)”, untuk keprluan jejak pendapat tanggal 30 Agustus 1999. hasil jejak pendapat yang diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur adalah:
- 87,5% penduduk memilih memisahkan diri dari Indonesia.
- 21,5% penduduk menerima otonomi khusus yang ditawarkan oleh Indonesia.

2.15. Reformasi 
Salah satu kejadian yang menentang ketahanan nasioanal adalah gerakan reformasi pada tahun 1998. tindakan ini dianggap menentang karena terjadi pada saat Indonesia tengah dalam krisis sehingga hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah, selain itu karena gerakan reformasi ini diwarnai dengan tindakan anarkis.
Gerakan reformasi yang dimotori kalangan mahasiswa berhasil menumbangkan 32 tahun kekuasaan represif yang dicengkeramkan pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Besar Soeharto. Harapan rakyat akan kehidupan lebih baik setelah lengsernya Soeharto disebabkan keadaan masyarakat saat itu sangat tertekan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Di Indonesia, pergerakan rupiah yang semula ada pada kisaran Rp 2.500,00 per dollar AS sedikit demi sedikit melorot bahkan hampir mencapai Rp 20.000 per dollar AS. Krisis moneter yang tak tertanggulangi itu akhirnya menjadi krisis ekonomi makro bahkan menjadi krisis multidimensi yang sangat memberatkan kehidupan rakyat karena harga-harga kebutuhan menjadi sangat tinggi dan PHK menjadi tren.
Di tengah keterupurukan tersebut, wibawa pemerintah pun jatuh di mata rakyat karena dianggap tidak berhasil menyelamatkan rakyatnya dari keadaan tersebut.
Memasuki tahun 1998, aksi mahasiswa mulai marak bahkan menggila ketika hasil sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR) 11 Maret 1998 menetapkan kembali Soeharto sebagai presiden RI untuk ketujuh kalinya. Mahasiswapun mulai turun ke jalan dengan meneriakan tuntutan selain untuk menurunkan harga juga menurunkan Soeharto dan kroni-kroninya.
Aksi mahasiswa yang menggila dan merata di seluruh perguruan tinggi di Indonesia diperparah dengan adanya tragedi Semanggi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti yang tertembak aparat petugas. Kejadian ini diikuti dengan terjadinya kerusuhan luar biasa  yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain yang dikenal dengan kerusuhan Mei pada 13-14 Mei 1998.
Dari kutipan di atas, pada masa-masa setelah itu banyak orang terkecoh dengan istilah reformasi mereka menyebut tindakan kejalan adalah tindakan reformasi, tindakan penjarahan adalah reformasi, bahkan tindakan kerusuhan dianggap sebagai dari gerakan reformasi. Padahal tujuan reformasi yang sebenarnya adalah untuk mewujudkan:
a. Kehidupan politik yang demikratis.
b. Penegakan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan rasa keadilan mesyarakat serta hak asasi manusia.
c. Kebijaksanaan ekonomi yang bgerpihak kepada pelaku ekonomi kerakyatan terutama industri kecil, menengah, koperasi dan lembaga keuangan ditingkat desa.
d. Menghilangkan praktek-praktek KKN di segala bidang kehidupan.

2.16. Demo-Demo
Demo mulai merakyat setelah runtuhnya masa Orde baru pada masa pemerintahan Soeharto, di mana pada saat itu rakyat tidak bisa mengutarakan pendapat karena hak menyampaikan pendapat dibatasi.
Rakyat leluasa menyerukan aspirasi pendapat atau opininya pada masa reformasi. Rakyat tidak merasa takut lagi karena tujuan reformasi itu sendiri adalah adanya perubahan kearah yang lebih baik, lebih maju dan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pada umumnya demo dilakukan setelah aspirasi yang disampaikan melalui perundingan-perundingan di ruangan-ruangan direksi pemerintahan tidak terlalu ditanggapi atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali. Beberapa contoh demonstrasi yang masih hangat, serta melibatkan orang banyak antara lain :
Demo mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 menuntut reformasi, dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan selama 32 tahun. Demonstrasi ini menimbulkan korban jiwa 4 orang mahasiswa Elang Mulyana, Hafidin Royan, Hendrawan Sie dan Hery Hertanto, kemudian menjadi pahlawan reformasi.
Demo puluhan ribu buruh pada hari Senin 1 Mei 2006. Para buruh meminta anggota DPR untuk tidak membahas draf revisi UU 13,  203 yang isinya dinilai sangat merugiakn para buruh. Lewat juru bicaranya Eva Kusuma Sundari, mereka juga meminta agar pemerintah menjadikan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei sebagai hari libur nasional (Batam pos). Aksi demo besar-besaran di hari Buruh Internasional telah mempengaruhi proses produksi di sejumlah industri. Produksi industri sepatu terganggu hingga 30 hingga 40 persen akobat buruhnya demo.
Demo pengesahan RUU APP  (Anti Pornografi dan Pornoaksi).

2.17. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dianggap menghambat ketahanan nasional, karena buah dari otonomi daerah ini tidak sedikit menjadi kesalahpahaman atau saling iri antara daerah, baik mengenai sumber daya alam yang tersedia, fasilitas yang diterima. Sehingga tak jarang menimbulkan tindakan anarkis.
Otonomi di Indonesia diterapkan sejak 1 Januari 2001, saat UU No. 22/1999 berlaku efektif. UU No.22/1999 yang lebih dikenal dengan otonomi daerah ini menjadi pijakan dalam penentuan kebijakan yang berhubungan dengan masalah otonomi daerah.
Pada awalnya pemberlakuan otonomi daerah adalah untuk memudahkan akses pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, banyak hal-hal yang dipolitisi oleh pihak-pihak tertentu, agar pelaksanaan otonomi hanya menguntungkan dirinya.

2.18. Aceh 
a. Kronologis kejadian:
Untuk pembahasan Aceh, yang berkaitan dengan ketahanan nasional tidak lain adalah tantangan dari Gerakan Aceh Merdeka.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Aceh Sumatera National Liberation Front (ANSLF), adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara kedua belah pihak yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. 

b. Cara mengatasinya :
Perjanjian damai antara GAM dan RI dan Penengah adalah Australia. Perjanjian ini diadakan di Helsinkky (Finlandia) tahun 2005.

2.19. Poso
a. Kronologis kejadian:
Awal terjadinya kerusuhan di Poso mempunyai beragam motif, mulai dari pemuda mabuk sampai politis. Tapi pada akhirnya, kerusuhan berujung pada konflik keagamaan. Sehingga beberapa daerah sudah bisa dikotak-kotakkan, seperti daerah basis Islam, Kelompok Putih (terutama pesisir): Toyado, Madale, Parigi, Bungku dan daerah basis Kristen, Kelompok Merah (terutama pedalaman): Lage, Tokorando, Tentena, Taripa, Pamona. Kita simak beberapa konflik di Poso: 
25-28 Des 1998 (Kota Poso): Roy Runtu (Kristen) dalam kondisi mabuk membacok Ridwan (muslim) yang sedang berada di sebuah masjid. Keduanya mengadu ke kelompok masing-masing. Bentrokan pun terjadi. Korban atau kerugian yang terjadi adalah 100-an orang luka-luka, tiga sepeda motor dibakar dan sejumlah rumah penduduk rusak. Tersangka: 8 orang provokator ditangkap aparat 
17-19 April 2000 (Kota Poso): Di Terminal Poso, dua pemuda pemabuk asal Desa Lambodia dan Lawanga (desa Islam dan Kristen) tanpa alasan yang jelas terlibat pertikaian. Warga kedua desa saling serang. Aksi bentrok massa meluas ke daerah sekitar Poso. Akibatnya, tiga orang tewas, empat orang luka-luka, 267 rumah terbakar, enam mobil terbakar, lima motor hangus, tiga gereja hancur, lima rumah asrama polisi hancur, ruang Bhayangkari Polda terbakar dan kerugian materiil ditaksir mencapai Rp. 10 miliar. Tersangka: 21 orang diperiksa sebagai saksi 
24 Mei 2000 dinihari (Kota Poso): Penyerangan mendadak dari sekelompok orang berpakaian ala ninja ke beberapa pos pengaman-an di beberapa kantong muslim. Berikutnya, warga Kelurahan Kayamanya (Islam) hendak melakukan penyerangan ke warga Kelurahan Lombogia dan kantong-kantong permuki-man Kristen lainnya. Polisi menghalangi niat itu. Tapi kerusuhan tak bisa dibendung. Akibatnya, tiga orang tewas; salah satunya polisi dan 15 orang luka-luka. Tersangka: 3 orang anggota pasukan ninja menyerah kepada aparat (10 orang masih buron) 
28 Mei 2000 pagi hari: Massa Islam dan Kristen di Tokorando, bentrok. Sekitar 70 warga Kristen bersenjata api melawan 400 warga muslim bersenjata parang dan golok. Warga muslim terpukul mundur. 
27 Juni 2001: Sedikitnya tiga orang tewas dan puluhan luka berat serta ringan, akibat kontak senjata yang terjadi di sekitar Desa Masani, Desa Tokorondo, Desa Sa’atu dan Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir.
2 Juli 2001: Bentrokan massa terjadi di Malei Lage, Kecamatan Lage, Poso. Akibatnya, 85 rumah dibakar dan satu warga tewas, serta satu rumah ibadah (gereja) terbakar. 
18 Juli 2001: Sedikitnya dua orang tewas dan delapan luka-luka akibat kontak senjata antara kelompok putih dan kelompok merah di sekitar Desa Pendolo dan Uwelene, Kecamatan Pamona Selatan, daerah perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
24 Juli 2001: Ratusan warga muslim Poso berunjuk rasa di Markas Polda Sulteng. Unjuk rasa berakhir kacau, setelah bom meledak di samping ruangan Kaditserse Polda. 
3 September 2001: Rektor Universitas Sintuwu Maroso Poso, Drs Kogego ditembak oleh penembak misterius di Jembatan Poso. Korban mengalami pendarahan serius.
18 Oktober 2001: Bus angkutan umum milik Perusahaan Otobus (PO) Primadona, dibakar sekolompok massa tak dikenal di sekitar Kelurahan Kayamanya, Kota Poso. Rompa (34), warga Bungku Barat tewas akibat dianiaya dan tertusuk senjata tajam di bagian perutnya. 
23 Oktober 2001: Ratusan warga muslim dari Desa Mapane, Kecamatan Poso Pesisir, membakar puluhan pos-pos polisi. Aksi pembakaran itu dilatar-belakangi adanya penangkapan terhadap 42 warga Poso untuk menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.
31 Oktober 2001: Puluhan rumah dan satu gereja di bakar kelompok tak dikenal di Desa Pinedapa dan Kasiguncu -sekitar 20 kilometer arah Barat Kota Poso. 
26 November 2001: Gereja Betany -salah satu Gereja besar di Poso- hancur akibat ledakan bom. Walau ledakan dahsyat itu tidak menelan korban jiwa, kerugian material diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah.
28 Mei 2002: Bom rakitan meledak di tiga lokasi berbeda: di pantai
penghibur di Jalan Ahmad Yani, dekat Hotel Wisata, di pasar sentral Poso yang mengakibatkan empat los terbakar dan di pertigaan bekas terminal Poso bom. 
5 Juni 2002: Bom yang diletakan di dalam bus PO Antariksa jurusan Palu-Tentena meledak di sekitar Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir -sekitar 10 kilometer arah Barat jantung Kota Poso. Akibatnya, empat penumpang tewas dan 16 penumpang lainya mengalami luka. Korban tewas adalah Dedy Makawimbang (30) dan Edy Ulin (25) yang tewas di tempat kejadian, sementara Gande Alimbuto (76) dan anaknya, Lastri Oktaffin Alimbuto (19) tewas di RSU Poso.
19 Juli 2002: Nyoman Mandiri (26) dan Made Jabir (26), dua warga Kilo Trans, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, tewas ditembak penembak misterius saat melintas di jalan raya di Desa Masani. 
4 Agustus 2002: Kelompok tak dikenal menyerang Desa Matako, Kecamatan Tojo, Kabupaten Poso. Serangan mendadak itu menghanguskan 13 rumah penduduk, membakar dua rumah ibadah (gereja) dan melukai enam warga setempat.
16 Agustus 2002: Kerusuhan Poso merambah ke Kabupaten Morowali. Terjadi aksi penyerangan oleh kelompok tak dikenal di Desa Mayumba, Kecamatan Mori atas Kabupaten Morowali -138 kilometer dari Poso. Aksi itu menyebabkan 43 rumah warga terbakar dan delapan kios jualan warga ikut musnah. Selain itu, L Petra (67) mengalami luka tembak di bagian paha dan seorang balita, Erik meninggal di pelukan ibunya.
10 Oktober 2003: Bias rusuh Poso terjadi di Desa Beteleme, ibu kota Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali -sekitar 300 kilo meter dari Kota Poso. Puluhan orang tak dikenal menyerang desa itu dengan memakai penutup muka ala cadar. Akibatnya, tiga warga sipil: Derina Mbai (48 tahun), Hengky Malito (36 tahun) dan Oster Tarioko (47 tahun) tewas, sementara satu warga lainnya dilarikan ke rumah sakit setempat karena terkena tembakan di bagian kaki. Selain itu, 27 unit rumah terbakar , tiga mobil terbaka dan tujuh sepeda motor terbakar, serta satu unit sepeda motor hilang.
17 Oktober 2003: Kelompok penyerang Poso kembali beraksi. Kawasan Tanah Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota diserang. Akibatnya, satu buah bangunan bengkel kerajinan souvenir kayu ebony ludes terbakar, dapur rumah milik Naufal dibakar, dan kaca depan rumah Anshori yang juga kantor Yayasan Amanah berhamburan di lantai. Tapi, kejadian itu tidak memakan korban jiwa.
15 November 2003: polisi menyerbu sebuah rumah dimana diperkirakan para tersangka pelaku penyerangan tanggal 12 Oktober 2003 yang menewaskan Hamid.
29 November 2003: Empat nyawa melayang dalam dua kejadian serangan kelompok tidak dikenal berbeda, di Poso. I Made Simson dan I Ketut Sarmon tertembak di Desa Kilo Trans Poso Pesisir, sementara Ruslan Terampi dan Ritin Bodel tewas di Desa Rompi, Ulu Bongka Pesisir Utara.
23 Desember 2003: Bom berdaya ledak rendah meledak di depan kantor Lurah Lembomawo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.
26 Desember 2003: Terjadi ledakan yang diperkirakan berada diperbatasan Kelurahan Gebang Rejo dan Lembomawo, Kecamatan Poso Kota.

b. Cara Penyelesaian :
o Diadakannya perjanjian Malino 1 yang diprakarsai oleh Yusuf Kalla.
o Ditangkap dan dieksekusi matinya Tibo cs, sebagai dalang dari kerusuhan tersebut.

2.20. Papua 
Markas Besar TNI melakukan rapat pimpinan tertutup mulai Rabu sampai Kamis (14/2), sementara sejumlah menteri dan kepala staf akan memberikan ceramah dalam rapat yang dihadiri para Pangkotama dan perwira teras TNI itu. Rapim itu dibuka Panglima TNI Laksamana Widodo AS dan akan selesai pada Kamis yang dilanjutkan dengan jumpa pers. Para perwira teras TNI yang terlihat hadir di Rapim itu, di antaranya Kasum TNI Letjen Djamari Chaniago dan Kapuspen TNI Marsda Graito Usodo. Para menteri yang akan memberikan ceramah adalah Menko Polkam Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Luar Negeri Hassan Wirayudha, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, dan Menpan Feisal Tamin. Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Indroko S, dan Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Hanafie Asnan akan memberikan pengarahan dalam Rapim tersebut. Seusai Rapim Mabes TNI itu, Markas Besar TNI AD juga akan melaksanakan Rapim TNI AD pada Jumat (15/2), di Mabes TNI AD Jakarta.
Sementara itu Menhan Matori Abdul Djalil kepada peserta Rapat Pimpinan TNI di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu, menegaskan, keadaan keamanan nasional saat ini masih memprihatinkan, sehingga diperlukan segera penanganan yang serius.
Menhan mengatakan kondisi keamanan yang memprihatinkan itu terlihat dari berbagai permasalahan di daerah yang belum terselesaikan, di antaranya kehidupan politik yang belum serasi antara pusat dan daerah, serta penegakan HAM dan hukum yang belum memenuhi ketentuan. Ditegaskannya, permasalahan itu mengakibatkan melemahnya ketahanan nasional atau masyarakat, seperti yang terlihat di Aceh dan Papua.
Kepada perwira teras TNI, Menhan mengatakan keandalan kemampuan pertahanan negara sangat ditentukan oleh kesiapan sumber daya logistik yang ada di wilayah, dan itu bisa dilakukan melalui pembinaan teritorial. Menhan mengatakan berkaitan dengan otonomi fungsi pertahanan di daerah, maka pembinaan teritorial sebagai bagian sistem pertahanan negara harus dilakukan secara terpadu antara berbagai lembaga yang terdapat di daerah.

2.21. Maluku
Kerusuhan Ambon (Maluku) yang terjadi sejak bulan Januari 1999 hingga saat ini telah memasuki periode kedua, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar serta telah membawah penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya.
Kerusuhan Ambon (Maluku) yang semula menurut pemahaman kalangan masyarakat awam sebagai sebuah tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh suatu tindak/peristiwa kriminal biasa, ternyata berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan adalah merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh orang atau kelompok tertentu demi kepentingannya dengan mempergunakan isu SARA dan beberapa faktor internal didaerah (seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi dibidang pemerintahan dll) untuk melanggengkan skenario yang ditetapkan.
Begitu matangnya rencana yang dilakukan yang diikuti dengan berbagai penyebaran isu yang menyesatkan, seperti adanya usaha-usaha dari kelompok separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang sengaja diidentifisir dengan Republik Maluku Serani (Kristen), adanya usaha untuk membantai umat Islam di Maluku, keterlibatan preman Kristen Jakarta, isu pemasokan senjata kepada umat Kristen di Maluku dari Israel dan Belanda, serta berbagai isu menyesatkan lainnya telah menimbulkan semakin kuat dan mengentalnya sikap dan prilaku fanatisme terhadap masing-masing agama (Islam dan Kristen).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan ABRI untuk mengklarifikasi isu-isu yang tidak bertanggung jawab tersebut ternyata tidak mampu meredam kekuatan dari mereka yang menginginkan agar kerusuhan Ambon (Maluku) terus diperpanjang dan diperluas.
Penciptaan kondisi ini semakin menguat ketika ABRI (TNI dan Polri) telah dengan sengaja ikut menciptakan konflik yang berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang tidak profesional dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Maluku tak kunjung selesai.
Peranan Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Militer serta komponen bangsa lainnya yang ada di daerah melalui berbagai upaya rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai hanya bersifat "semu" belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena tidak ada kemauan yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga upaya rekonsiliasi lebih bersifat Top Down dan bukan Bottom Up.

Pustaka.
---------------------
   

Tag : Sosial
0 Komentar untuk "Ketahanan Nasional Indonesia Kondisi Dinamis Menghadapi HTAG"

Back To Top